Pada dasarnya proses belajar adalah adanya perubahan sifat pelaku dari hal yang belum tahu menjadi tahu, belum mengerti menjadi mengerti.
Hal yang sedang penulis maksudkan adalah belajar tidak serta-merta menjadikan perubahan sikap pelaku seseorang, tidak selalu mendapatkan membuahkan hasil, apalagi menjadikan pelaku profesional dalam bidang tertentu.
Lantas, apa langkah yang tepat?
Membiasakan diri
Hal yang potensial adalah membiasakan diri dalam suatu proses tertentu secara berulang-ulang (looping) sehingga mengubah perilaku seseorang sampai terbiasa.
Dengan membiasakan, suka atau tidak suka akan membentuk dan melatih sesuatu apa yang dipelajari. Tentunya keluaran dari proses belajar dapat diingat dalam jangka panjang. Jika dilakukan proses “mempelajari” terlebih dahulu, bagaimana bisa seseorang bisa paham tanpa harus terbiasa dahulu?
POV: “Friend, lagi belajar apa nih?”
Me: “Lagi invest python dan R agar nanti terbiasa ngolah data.”
Pertanyaan serupa yang sering penulis temui, kenapa pakai distro Linux, bukannya syntaxnya banyak dan susah dihafal? kenapa pakai Krita, bukannya tutorialnya sedikit? kenapa pilih PostgreSQL, bukan MySQL? kenapa pilih KDE, bukan GNOME? kenapa A bukan B. Dan berbagai pertanyaan lainnya.
Jawaban sederhananya: “Karena penulis sudah terbiasa dengan itu.” Bisa dikatakan jawaban tersebut sangat subjektif berdasarkan pengalaman si penjawab, namun realitanya demikian.
Cara agar terbiasa dan lancar dalam hal pememrograman komputer, berarti coding everyday. Terbiasa agar bisa membuat desain yang bagus, ya harus desain everyday. Terbiasa bicara bahasa jepang, ya japanese everyday. Terbiasa public speaking, tentunya speaking everyday.
Penulis masih ingat dengan guru biologi SMP sekaligus pengajar olimpiade MIPA penulis kala itu, “Pak, kenapa bisa hafal di luar kepala istilah-istilah proses pencernaan, pernafasan, pendengaran, sistem ekresi, sel, dan lain-lain?”. Dengan santainya beliau menjawab, “_Karena mengajar biologi setiap hari selama bertahun-tahun dan mengajar di prim*gama juga._”
Hanya bisa bergumam, “Oh.. pantas.” Ternyata dengan sering latihan dan membiasakan diri adalah salah satu cara untuk membentuk pondasi yang kuat.
Memiliki tujuan
Selain “sudah terbiasa”, alasan kuat lainnya yaitu memiliki tujuan terhadap apa yang akan dibiasakan. Hal inilah yang dijadikan fundamental (niat dan motivasi) untuk membiasakan diri. Sebelum berencana terbiasa dengan hal tertentu, pastikan terlebih dulu alasan kuat mengapa memerlukan itu.
Sebagai contoh, mengapa harus menggunakan linux? karena ingin menjadi sysadmin yang tersertifikasi di suatu perusahaan. Mengapa harus terbiasa dengan python dan sql? kelak penulis menjadi data scientist profesional. Mengapa harus terbiasa dengan java? ingin menjadi programmer mobile di company. Mengapa harus terbiasa dengan inkscape? ingin menjadi desainer logo yang hebat. Dan sebagainya. Akan terasa hampa jika melakukan suatu hal tanpa memiliki tujuan yang berarti dan tidak ditentukan.
Memiliki fitur lebih
Jawaban lainnya yaitu karena “fiturnya lebih banyak”. Biasanya karena argumen yang memiliki fitur. Misalnya, pakai linux karena lebih ringan dan performanya lebih maksimal. Pakai python karena dapat digunakan untuk keperluan pengolahan data dan termasuk high end progamming yang cukup memudahkan untuk pemula. Pakai krita karena ada fitur editable layer dan mendukung CMYK. Dan sebagainya.
Jawaban dari argumen tersebut umumnya lebih merujuk ke hal teknis.
Jaringan yang sama
“Penulis menggunakan AAA karena di circle penulis banyak yang pakai”, argumen yang cukup rasional. Setelah mengetahui tujuan, pasti ada juga suatu individu atau kelompok dengan passion yang sama. Dengan bergabung ke suatu kelompok/komunitas seseorang akan dapat membangun koneksi sesuai jaringan yang sama. Dengan demikian, suatu saat dapat meminta feedback jika portofolio sudah dibuat.
Kembali ke konsep
Tidak hanya sekedar belajar saja, tetapi membiasakan apa-apa yang telah dipelajari. Belajar hanyalah proses awal untuk mengetahui konsep dan teori, namun euforianya lebih banyak untuk diporsikan ke hasil eksekusi, percobaan (trial and error), dan latihan yang berulang.
Apakah cukup sampai membiasakan diri? Tentu saja tidak. Konsep pembelajaran lebih dari itu. Prosesnya sebagai berikut: Berawal dari Memiliki tujuan spesifik > Membiasakan diri > Mempelajari > Memahami > Mengajari lainnya > Membimbing > Memfasilitasi pelajar agar terjaganya konsep pembelajaran.
Jika hanya membaca buku, berlangganan course, menonton webinar dan video tutorial saja, ini hanya bagian terkecil dari konsep pembelajaran diatas. Harus lebih, seseorang harus membiasakan dengan mempraktikannya. Everyday!
“Aku benci setiap menit latihan, tapi aku berkata, Jangan berhenti. Menderitalah sekarang dan jalani sisa hidup Anda sebagai juara.” - Muhammad Ali
Sekian. Jika Anda mempunyai pertanyaan, saran, dan kritikan silahkan kirim ke email atau telegram atau instagram. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk pembaca semuanya.
Reuse
Citation
@online{qurrotul ainur2023,
author = {Qurrotul Ainur, Hervy},
title = {Yakin {Hanya} {Belajar} {Saja?}},
date = {2023-01-31},
url = {https://hervyqa.dev/blog/yakin-hanya-belajar-saja},
langid = {en}
}